Perihal Cinta dan Masa Lalu.

Tuesday, January 13, 2015

Perihal Cinta dan Masa Lalu.


Selamat malam,
selamat merebahkan diri.
Kali ini aku datang, seperti biasa berbagi cerita.

Cerita ini bermula dari percakapan yang pernah ku dengar.
Suka atau tidaknya kalian, aku akan tetap bercerita.

Suatu malam, seorang perempuan datang dengan muka masam.
Entah apa yang sedang dalam pikirannya.
Pancaran wajahnya menyiratkan bahwa dia sedang tak baik-baik saja.
Matanya yang terlihat sembab seolah berkata bahwa dia sudah teramat sering mengeluarkan air mata.
Maka, saat dia duduk dihadapanku.
Mulailah aku bertanya.

"Kenapa ?"
"Maksudnya ?"
"Iya, kamu kenapa ?"
"Oh, i'm fine" jawabnya yang kemudian memanggil pramusaji untuk memesan secangkir coklat panas.

"Gak usah bohong, jelas-jelas tu mata sembab banget."
"Udah dibilang aku gak kenapa-napa"
"Udahlah ra, aku kenal kamu bukan baru satu dua hari ya. Akuin aja, kenapa ? Apa udah gak mau cerita ? It's okay." jawabku

Semenit dua menit
Dia masih dengan pendiriannya untuk bungkam.
Maka kubiarkan saja dia diam sesuka hatinya.
Kulakukan apa yang dia lakukan, mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Tak lama kemudian, terdengar hembusan nafas yang seolah berat dalam dada.

"Okay, okay. I'll tell you"
"hmm"
"yan, dengerin dong."
"ok. so what ?"
"Kamu pernah gak sih, ngerasain gimana sakitnya perasaan kamu, saat kamu tau orang yang kamu cintai masih berhubungan dengan masa lalunya ? Tapi kamu gak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Pernah gak kamu mencintai seseorang yang belum bisa sepenuhnya mengubur masa lalunya ?
Kamu pernah berusaha untuk terlihat "Oh okay, gue gak masalah kok, kalau lo ketemu mantan lo" pernah gak ?" tanyanya tanpa jeda.

Aku terdiam. Menatapnya dalam-dalam.
Entah apa sesungguhnya yang ingin dia sampaikan.
Sedang marahkah dia kini, atau kecewa dengan lelaki yang kini amat dia cintai.
Aku menghembuskan nafas, berusaha untuk mencari jawaban dari semua pertanyaannya.
Dan, tanpa aku sadari, aku memberikan pertanyaan kembali untuknya.

"Kamu sendiri ?"

Dia hanya diam.
Tak sedetikpun dia buka suara.

"Kamu sendiri, gimana ? Pernah merasakannya ?
"Kamu tau, aku mencintai dia dengan apa adanya, aku berusaha untuk menghargai masa lalunya. Aku selalu bersabar saat aku tau dia masih menghubungi mantannya.
Tapi tak bisakah dia sedikit untuk menghargai perasaanku.
Aku ini perempuan. Aku ini kekasihnya.
Apa dia gak sadar ? Atau memang lelaki selalu seperti itu ?
Aku ini masih punya hati, sabarku pun ada batasnya.
Aku gak minta apa-apa dari dia, aku cuma mau dia berhenti untuk memikirkan masa lalunya, cuma itu. Gak lebih.
Sulitkah ?" ucapnya dengan suara yang teramat getir.

Matanya kini mulai berlinang.
Aku tau dia berusaha untuk  terlihat tegar.
Bertahan untuk tidak mengeluarkan air mata di hadapanku.
Aku tak tahu harus berbuat apa, yang kulakukan hanya memeluknya saat itu.

"Menangislah ra, gak usah malu. Biar kamu lega. Jangan ditahan. Menangislah, biarkan beban dalam dadamu keluar bersama air matamu."

Tak berapa lama kemudian, menangislah dia dalam pelukanku.
Tak bersuara memang, tapi aku tau air matanya tumpah teramat banyak.

"Clara, seperti yang kamu bilang. Kamu perempuan, selalu berusaha terlihat baik-baik saja di hadapannya.
Tapi kamu harus tau satu hal, sekuat apapun perempuan, pada akhirnya dia masih membutuhkan seseorang yang lebih kuat yang mampu menjadi pelindungnya disaat-saat paling terpuruknya.
Maka mulailah untuk selalu mengatakan apa yang kamu rasakan kepada kekasihmu. Bicaralah baik-baik, kasih dia pengertian.
Semua hanya butuh untuk dibicarakan. Memang butuh waktu yang tepat, tapi belajarlah untuk memulai mengungkapkan apa yang kamu rasakan."

"Tapi yan, dia kan laki-laki, harusnya dia sadar, dia sudah memiliki kekasih. Harusnya dia bisa ngerti, tanpa aku harus ngomong dulu." ucapnya sembari melepas pelukanku.

Sejenak aku diam, menatapnya.
Menggelengkan kepala.

"Clara. Clara. Kamu emang gak pernah berubah. Kamu mau, lelakimu mengerti perasaanmu, tapi kamu gak mau ungkapin apa yang kamu rasakan.
Kamu pikir, kami, lelaki ini paranormal ? psikolog ? yang setiap saat bisa membaca apa yang kalian, para perempuan inginkan.
Gak bisa ra, mau sekeras apapun kamu menuntut laki-laki harus bisa peka, ya tetep gak akan bisa.
Kalau kamu emang mau dingertiin, kamu juga harus belajar untuk mau mengungkapkan apa yang kamu rasakan.

Kalau kamu cuma diem, nunggu sampai dia sadar, percuma.
Justru kamu akan terlihat tolol, mengharapkan sesuatu yang emang kamu sendiri tahu gak akan bisa terwujud." ungkapku kala itu.

Dia hanya diam.
Entah apa yang dipikirkannya saat ini.
Sedangkan aku, aku takut jika akhirnya perkataanku menambah beban pikiran untuknya.
Maka, akupun berusaha untuk kembali membuka suara.

"Ra, aku tau, kamu tak suka dengan sikap lelakimu yang masih berhubungan dengan masa lalunya.
Aku tau, kamu seperti ini, karena kamu cemburu.
Kamu takut jika pada akhirnya, lelakimu akan meninggalkanmu dan kembali bersama masa lalunya.
Sebagai lelaki, aku hanya bisa bilang, jika memang dia lelaki yang akan singgah terakhir dalam hidupmu, maka kamu tak perlu khawatir, dia akan terus bersamamu.
Jika bukan, biarkanlah, ikuti saja jalan ceritanya.
Kamu tau ra, jika kamu mencintai seseorang, kamu harus siap menerima masa lalunya, untuk bisa belajar menjadi masa depan yang lebih baik." kataku.

Clara masih terdiam.
Masih menggenggam secangkir coklat yang telah dia pesan.
Masih memalingkan pandangannya keluar jendela.
Sedangkan aku, aku hanya bisa menatap tingkah lakunya.
Aku sendiri bingung harus bicara apalagi.
Tapi aku tak ingin mengakhiri pembicaraan dengan situasi seperti ini, maka kuberanikan diri untuk berbicara.
Mungkin untuk menutup perbincangan kami hari ini.

"Ra, mungkin aku bukan lelaki yang ahli dalam hal cinta.
Yang aku tau, cinta itu bukan bagaimana kamu bisa menutup masa lalu dan menggantinya dengan masa depan.
Bukan juga mengatur dan posesif.
Seperti aku mencintaimu, aku tak bisa memaksamu untuk mau memilihku sebagai kekasihmu.
Maka kubiarkan kamu memilih lelaki lain.
Karena yang aku tau, cinta itu membebaskan." Ucapku mengakhiri perbincangan kami berdua.

Akupun berdiri.
Bersiap untuk melangkah pergi.
Ku kecup kening perempuan yang aku cintai, sembari berbisik ditelinganya.

"Bagiku ra, if you really love someone, let them free."

0 comments :

Post a Comment