Another Falling In Love

Thursday, January 30, 2014

Another Falling In Love


Maaf... Setelah beberapa hari menghilang untuk tidak menjamah blog ini. Kali ini saya kembali, kembali membeberkan cerita cinta. Cerita klise yang tak ada habisnya.
Semoga kalian masih setia membaca dan selamat menikmati.
___________________________

Namaku Diva. Super model dengan ke-maha-sempurnaan fisik seorang wanita, dan sungguh sebenarnya aku tidak pernah tertarik menjadi pembuka dalam sebuah cerita. Tapi biarlah, hanya kali ini.
Seperti cerita-cerita yang ada sebelumnya, aku jatuh cinta. Entah dengan cara apa semesta mendatangkan dia dihadapanku kala itu.
Namanya Erik, businessman, tampang indo-belanda. Secara keseluruhan he's good looking, very very good, dia satu-satunya lelaki yang membuatku tertarik. Bukan hanya tertarik tapi dia satu-satunya lelaki yang membuatku benar-benar jatuh cinta.
Tidak hanya soal fisik, dia cerdas, bola matanya indah, setiap kali berbicara dengannya aku selalu melihat binar di dalamnya. He's truly amazing. Aku nyaman bersamanya. Dia seperti malaikat, memperlakukan wanita dengan amat sangat baik. Dan aku Diva telah jatuh cinta dengan Erik. Lelaki yang aku tau, tak akan bisa aku miliki. Bahkan untuk sekedar menyukaiku.

"Are you serious? You? In love? with him? Oh.. c'mon dear.. Kenapa harus dia? Kenapa Erik?"
"Ya gue gak tau. Lo tau kan kita gak bisa milih mau jatuh cinta sama siapa? Kapan aja? Semua ngalir gitu aja, Flo."
"Iya gue tau, tapi gue bingung. Kenapa Erik? Lo itu cantik Diva, super model pula. Lo bisa dapetin cowok yang lebih dari Erik."

Aku menghela nafas, menatap ke luar jendela.
Ada pertentangan antara batin dan logika saat ini, dimana aku tak bisa memungkiri hatiku sendiri kalau aku benar-benar jatuh cinta, tapi disisi lain otak ku dengan segala ke-cerdasannya masih mencari-cari alasan kenapa? dan menolak mentah-mentah perasaan yang menjalar dalam hatiku.
Erik, kenapa harus Erik? Kenapa bukan laki-laki lain? Dan sampai saat ini aku belum mampu menjawabnya. Terlalu banyak pertentangan di dalam sini.

"Divaaa, lo denger gak sih?"

Lamunanku buyar. Mau tak mau aku harus mendengarkan segala macam celotehan Flo, sahabat karibku.

"Eh, iya? Kenapa"
"Astaga Diva! Daritadi gue udah ngomong sampe berbusa dan lo gak ngedengerin sama sekali?" 
"Gue denger kok."
"Denger apa?"
"Iya, gue denger apa yang lo omongin"
"Terus kalo lo denger, lo berarti punya jawaban dong atas semua pertanyaan-pertanyaan gue?"
"Flo, gue kan udah bilang. Gue gak tau kenapa? Perasaan itu dateng gitu aja. And I love it!"
"Diva.. Diva.. Heran ya gue sama lo. Kaya gak ada cowok lain yang lebih baik dari Erik"
"Emang apa salahnya sih jatuh cinta sama Erik?"
"Lo masih tanya apa yang salah, Div? Hey, Diva, wake up! Lo tau dia itu siapa? dia itu gimana? Masih aja tanya."
"Oh... c'mon. Jangan bilang lo kaya kebanyakan orang di luar sana yang udah terbelenggu sama logika dan tetek bengeknya"
"Tapi gitu kan kenyataannya Div? Lo gak sepantesnya jatuh cinta sama dia!"
"Terus yang pantes yang gimana? Erik itu laki-laki baik, Flo."
"Iya, gue tau dia baik tapi dia gak normal Diva!"
"oh, shut up, Flo."
"Ayolah, Diva, lo gak bisa pungkiri itu, lo tau dari awal, kalau dia gak akan bisa dan gak akan pernah jatuh cinta sama lo, he's gay and you know it!"
"Please, shut up! Iya gue tau, gue tau dia gay. Tapi lo coba dong ada di posisi gue. Gue gak bisa milih buat gak jatuh cinta sama dia. Cinta itu dateng gitu aja, dan gue gak bisa nolak mentah-mentah apa yang Tuhan kasih buat gue. Tapi kenapa lo, dan orang-orang di luar sana gak ngerti? Gue ini cuma manusia, yang bisanya ngerasain bukan milih apa yang mau gue rasain."

Nada suara kami semakin meninggi, memecah keheningan malam. Bahkan malam pun ikut menyempurnakan suasana. Membuat keadaan semakin dingin.
Kami masih dengan teguh memegang pendirian masing-masing. Masih melakukan pertentangan antara logika dan perasaan.


Perlahan butiran air mengalir sejadinya tanpa bisa kucegah.
Ya, sama seperti perasaanku untuk jatuh cinta dengan Erik, seorang lelaki gay, yang menarikku jatuh dalam pesonanya. Aku tak bisa mencegahnya.

Dan andai aku dapat memutar waktupun, aku tak akan mencegah pertemuan itu, tak akan aku cegah hatiku untuk mencintainya. Mencintai seorang Erik.
Dan jangan tanya kenapa? karena tidak akan pernah ada alasan untuk itu. Tidak akan pernah ada alasan kenapa aku jatuh cinta dengannya, dan karena logika tak akan pernah mampu menelaah bagaimana cinta itu ada, bagaimana Tuhan mendatangkan cinta itu secara tiba-tiba tanpa bisa dicegah.

0 comments :

Post a Comment