Sepucuk Surat
Hai..
Kali ini aku datang dengan sepucuk surat.
Maaf, jika pada akhirnya dengan surat ini akan menyakiti seseorang.
Tapi sungguh, dari awal tak pernah ada sedikitpun niat menyakiti.
Hanya ingin jujur pada apa yang dirasakan hati.
Teruntuk kamu, sahabat terbaik.
Entah harus aku mulai darimana surat ini,
mungkin ada baiknya aku menanyakan kabarmu ?
tapi aku tau kamu baik-baik saja, bahkan kamu terlihat bahagia.
Dan kamu tau ? aku turut bahagia untukmu.
Sampai pada akhirnya, malam itu datang.
Malam dimana aku merasa segala yang ku lakukan tak berarti untukmu.
Malam dimana kamu yang entah karena apa tiba-tiba berkirim pesan dengan nada seolah menuduh.
Kamu tau, sayang, rasanya dituduh tanpa alasan hanya karena kecurigaan ?
Atau memang kamu tak mau tau ?
Oh. Atau mungkin aku harus mengatakannya padamu. SAKIT!
Jujur, malam itu aku menangis.
Tak habis pikir dengan apa yang kubaca malam itu.
Seperti bukan kamu.
Kamu yang dari dulu, tanpa kamu sadari selalu aku bela di depan teman-teman lain.
Tapi dengan tanpa rasa bersalahnya kamu menuduh, tanpa bukti yang kamu sendiri tak bisa perlihatkan.
Sungguh! Aku kecewa.
Aku sadar mungkin malam itu kamu marah, tapi kenapa harus aku yang kamu tuduh ?
Kenapa harus aku yang kamu jadikan lampiasan amarahmu.
Bahkan kamu dengan mudahnya memintaku melihat dari sudut pandangmu.
Sayang, kamu tak tau bukan ?
Orang yang kamu tuduh ini, adalah orang yang selalu membelamu.
Meski terkadang aku tau kamu salah.
Hanya karena apa ? Karena aku menjaga pertemanan.
Atau mungkin lebih tepatnya menjaga citramu di depan teman lain.
Dear, aku sadar, aku tak selalu ada untukmu.
Tapi kamu harus tau, doaku selalu menyertaimu.
Aku juga sadar, aku tak selamanya bisa kamu andalkan saat kamu dalam kesulitan.
Tapi satu hal yang perlu kamu tau, aku selalu mendukungmu, bahkan dalam keadaanmu yang paling buruk sekalipun.
Kini, seperti yang kamu bilang.
Kita sudah tumbuh menjadi dewasa, kita sudah punya tujuan hidup masing-masing.
Tapi kamu harus tau sayang, tumbuh menjadi dewasa bukan berarti harus mengorbankan apa yang sudah ada sejak lama dalam hidupmu.
Tujuan hidup kita memang berbeda, tapi kita makhluk yang sama.
Makhluk yang tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
Mungkin kamu berpikir, kamu bisa melakukan segala hal dengan kekasihmu.
Tapi satu hal yang perlu kamu ingat, hidupmu tak hanya sekedar dengan kekasihmu.
Suatu saat, kamu akan membutuhkan bantuan orang lain.
Suatu saat, tanpa kamu sadari kamu akan datang berbagi masalahmu dengan temanmu.
Tapi saat itu, mungkin bukan aku.
Bukan aku (lagi) yang siap menemanimu malam-malam hanya sekedar mendengarkan atau bahkan memberikan masukan untuk masalahmu.
Dan bukan aku (lagi) yang akan membelamu di depan orang lain.
Benci ? tidak sayang, bukan karena benci.
Hanya saja, kamu tau, aku orang yang tak bisa menerima kekecewaan untuk kedua kalinya.
Egois ? Memang. Tapi kamu penyebab akhirnya aku mundur perlahan dalam hidupmu.
Dan untuk terakhir kalinya sayang, tak ada yang bisa aku berikan namun aku selalu berdoa semoga kamu berbahagia selalu dengan siapapun nantinya kamu menghabiskan hidupmu.
Maaf jika pada akhirnya surat ini membuatmu sakit hati.
Tapi aku harus jujur.
Selamat malam, dear.
Anisa
Rumah, 24 Agustus 2014
21:57
*ps : seharusnya kamu ingat, aku dan teman yang lain, yang dulu selalu ada buat kamu
0 comments :
Post a Comment